Jumat, 06 April 2012

Nabi SAW Menjaga Prasangka Umatnya

Suatu malam Nabi SAW sedang i’tikaf di dalam masjid. Tidak lama kemudian datanglah istri beliau, Shafiyyah binti Huyyai menemui beliau. Setelah berbincang beberapa saat lamanya, beliau mengantarkan Shafiyyah pulang. Dalam perjalanan tersebut beliau bertemu dengan dua orang sahabat Anshar. Mereka berdua tidak mengenali istri beliau itu karena berkerudung dan keadaannya cukup gelap, mereka-pun mempercepat jalannya, seolah-olah mereka tidak ingin melihat Nabi SAW bersama wanita yang tidak mereka kenali itu.
Melihat sikap mereka itu, Nabi SAW bersabda, “Wahai sahabat Anshar, waspadalah, sesungguhnya ia ini adalah Shafiyyah binti Huyyai!!”
“Subkhanallah, wahai Rasulullah!!” Kata dua sahabat Anshar itu, “Kami tidaklah berprasangka macam-macam terhadap engkau!!”
Tentu Nabi SAW secara umum mengetahui bagaimana kecintaan para sahabat Anshar kepada beliau, tetapi beliau juga sangat tahu bagaimana ‘licin dan liciknya’ syaitan dalam menggoda manusia. Tidak ada peluang sedikitpun kecuali akan dimanfaatkan syaitan untuk menggelincirkan manusia, bahkan menyeret mereka ke neraka. Beliau tidak ingin hal itu akan terjadi pada umat beliau, khususnya pada sahabat Anshar yang telah berkorban begitu banyak kepada Nabi SAW dan Islam.
Karena itu Nabi SAW bersabda kepada mereka, “Sesungguhnya syaitan itu berjalan di badan anak Adam bersama jalannya darah. Karena itu aku khawatir kalau syaitan itu akan menyusupkan kejahatan ke dalam hatimu, atau ia mengatakan sesuatu…!!”
Memang, pada saat itu dua orang sahabat Anshar tersebut tidak akan berprasangka buruk kepada Nabi SAW. Tetapi kalau beliau tidak pernah memberitahukan kepada mereka, siapa wanita yang sedang bersama beliau malam itu, bisa jadi syaitan terkutuk, al khannas, akan membisik-bisikkan sesuatu di hati mereka. Mungkin dari sebuah pertanyaan sederhana, “Siapa ya wanita yang bersama Rasulullah SAW pada malam itu?”
Disusul pertanyaan, “Mengapa Rasulullah SAW tidak memperkenalkan wanita tersebut?”
Begitu seterusnya, pertanyaan demi pertanyaan, yang kemudian disusul dengan analisa, sehingga akhirnya bisa menjadi sebuah fitnah yang sama sekali tidak berdasar, tetapi menjadi sebuah dosa yang sangat besar. Dan semua itu bisa terjadi karena licik dan licinnya syaitan dalam menggelincirkan manusia.
Karena itulah tepat sekali sikap Nabi SAW ‘memutus’ peluang syaitan, dengan jalan melarang atau menghilangkan prasangka dari umat beliau. Dan ini sejalan dengan Firman Allah, QS al Hujurat 12 : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar