Selasa, 05 Juni 2012

”Tidak Ada Pahala Baginya!!”

Nabi SAW sedang duduk berkumpul dengan beberapa sahabat lainnya. Tiba-tiba datang seorang lelaki menghadap beliau, setelah mengucap salam dan meminta ijin untuk bicara serta diijinkan, ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana bila seseorang berjihad fi sabilillah, tetapi ia juga mengharapkan suatu tujuan/kepentingan dunia (dalam perjuangannya itu) ??”
Nabi SAW berkata tegas, “Tidak ada pahala baginya!!”
Para sahabat yang mendengar jawaban pendek dan tegas beliau itu merasa gentar hatinya, yakni antara takut dan khawatir. Salah seorang sahabat berkata pelan kepada lelaki itu, “Ulangilah pertanyaanmu kepada Nabi SAW, mungkin beliau belum jelas benar dengan maksud pertanyaanmu!!”
Lelaki penanya itu menuruti permintaan sang sahabat tetapi ia tidak mengubah redaksi (susunan kalimat) pertanyannya. Ia berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana bila seseorang berjihad fi sabilillah, tetapi ia juga mengharapkan suatu tujuan/kepentingan dunia (dalam perjuangannya itu) ??”
Sekali lagi Nabi SAW berkata pendek dan tegas, “Tidak ada pahala baginya!!”
Seorang sahabat lainnya berkata pelan kepada lelaki penanya itu, “Ulangilah pertanyaanmu kepada Nabi SAW, mungkin engkau yang belum jelas dengan maksud pertanyaanmu itu!!”
Mungkin sahabat tersebut 'menangkap' isyarat, bahwa yang dimaksudkannya adalah seseorang yang berjihad “Lillaahi Ta'ala”, hanya saja terselip sedikit harapan, siapa tahu akan memperoleh ghanimah (rampasan perang) dalam peperangan tersebut, seperti umumnya orang kebanyakan. Karena itu ia menyarankan mengulang pertanyaannya. Lelaki itu menuruti permintaan sahabat tersebut, tetapi ia tidak mengubah redaksi pertanyaannya. Ia mengulang pertanyaannya kepada Nabi SAW seperti semula, dan beliau tetap menjawab, “Tidak ada pahala baginya!!”
Memang, amalan yang dikerjakan tidak ikhlas karena Allah akan tertolak. Bahkan yang pertama-tama menjadi umpan api neraka pada hari kiamat nanti bukanlah orang-orang kafir, tetapi justru orang-orang yang saat di dunia dikenal sebagai orang-orang yang saleh yang senang membaca Al Qur’an, para dermawan dan mujahid yang syahid di medan jihad. Mereka mengerjakan amal-amal kebaikannya itu tidak semata-mata karena Allah, tetapi ‘ditunggangi’ dengan keinginan dan ambisi pribadi yang bersifat duniawiah. (Lihat kisah lengkapnya pada Laman “Percik Kisah Hikmah Pemupuk Iman” dengan judul “Yang Pertama Dibakar Api Neraka” atau kunjungi blog-nya di www.percikkisahhikmah.blogspot.com dengan judul yang sama).
Nabi SAW pernah bersabda, “Sesungguhnya yang sangat aku khawatirkan (akan terjadi) kepada umatku adalah syirik kepada Allah. Ingatlah (perhatikanlah), sesungguhnya aku tidak berkata bahwa kalian akan menyembah matahari, bulan atau berhala. Tetapi kalian akan beramal (kebaikan) untuk selain Allah, dan karena terdorong oleh syahwat (keinginan) yang samar!!”
Amal kebaikan yang disinyalir Rasulullah SAW akan terjadi pada umat beliau itu (khususnya di akhir zaman) disebut sebagai riya. Dan Al Qur’an ‘menempelkan’ sifat riya ini pada shalat yang dilakukan oleh orang-orang munafik, sebagaimana disitir pada QS An-Nisa ayat 142 : Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar