Sabtu, 09 Juni 2012

Kecintaan Sahabat Rabiah kepada Nabi SAW

Para sahabat sangat mencintai Nabi SAW, yang pada dasarnya adalah juga ekspresi kecintaan kepada Allah SWT. Hanya saja setiap dari mereka berbeda dalam tingkat kecintaan kepada beliau, begitu juga berbeda cara dalam mengekspresikan kecintaannya, tetapi sebagian besar ‘tidak pernah terekam’ dalam catatan sejarah. Yang jelas mereka selalu berusaha mengikuti (ittiba’, meneladani) perilaku dan perbuatan Nabi SAW dalam batas kemampuan masing-masing.
Tidak mungkin para sahabat itu, termasuk umat beliau, ada yang bisa 100 persen seperti Nabi SAW dalam akhlak dan ibadah, karena ‘mengikuti’ memang berbeda dengan ‘menyamai’. Dan perintah Allah dalam Al Qur’an memang hanya ittiba’, seperti disitir dalam QS Ali Imran ayat 31 : Katakanlah (wahai Muhammad), "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Rabiah bin Ka'b al Aslamy adalah salah seorang sahabat yang berasal dari Kabilah Bani Aslam, salah satu dari dua kabilah yang di masa jahiliah paling ditakuti para kafilah dagang karena sering melakukan perampokan di padang pasir pada malam hari. Kabilah lainnya adalah Bani Ghifar, yang kemudian dua kabilah itu menjadi pemeluk Islam yang kokoh atas dakwah yang dilakukan oleh Abu Dzar al Ghifari. Ketika dua kabilah ini berhijrah ke Madinah dengan pimpinan Abu Dzar, Nabi SAW memandang mereka dengan mata berkaca-kaca penuh haru, kemudian bersabda, "Ghifaarun ghafarallahu laha, Wa Aslamu Saalamahallahu.” (Bani Ghifar telah diampuni oleh Allah, Bani Aslam telah diterima dengan selamat (damai) oleh Allah).
Rabiah al Aslamy adalah salah seorang Ahlu Shuffah dan ia membaktikan dirinya sebagai salah satu pelayan Rasulullah SAW. Ia bertugas untuk mengurus keperluan Nabi SAW pada waktu malam, termasuk ketika beliau akan shalat tahajud, ia yang menyiapkan air untuk wudhu atau mandi beliau. Ia dengan tekun dan sabar menjalankan tugasnya itu selama bertahun-tahun tanpa meminta imbalan, baik berupa doa, apalagi sekedar harta duniawiah.
Suatu ketika di malam hari, setelah selesai shalat tahajud, Nabi SAW memandang Rabiah dengan penuh kasih, kemudian berkata kepadanya, "Mintalah kamu kepadaku!"
Pada dasarnya Rabiah melaksanakan tugas itu dengan senang hati, didorong rasa cinta kepada Nabi SAW sehingga tidak mengharapkan balasan apapun juga. Diijinkan untuk melayani Nabi SAW sudah merupakan berkah tersendiri dan ia tidak memerlukan yang lainnya lagi.  Ia berkata, "Saya sudah cukup puas dengan bisa melayani keperluan engkau, ya Rasulullah!"
Nabi SAW tetap menyuruhnya untuk meminta, tetapi Rabiah memberikan jawaban yang sama. Ketika untuk ketiga kalinya beliau memerintahkan, ia berfikir sejenak, kemudian berkata, "Ya Rasulullah, aku hanya ingin bersama (menjadi teman) engkau di surga!"
Mungkin yang dimaksudkan Nabi SAW adalah permintaan yang sifatnya dapat dinikmati di dunia ini walau bukan duniawiah, tetapi hal itu tidak dimintanya. Justru karena itu kekaguman beliau kepada Rabiah makin bertambah, yang usianya relatif masih muda. Nabi SAW bersabda lagi, "Apakah engkau tidak memiliki permintaan yang lain lagi?"
"Tidak ada, ya Rasulullah, hanya itu yang menjadi idam-idaman saya selama ini!" Jawab Rabiah menegaskan.
Nabi SAW bersabda, "Baiklah kalau begitu, engkau harus menolong aku (mewujudkan keinginanmu itu) dengan memperbanyak sujud kepada Allah."
Setelah itu Nabi SAW berdoa kepada Allah seperti yang diminta oleh Rabiah tersebut. 
Maksud ‘memperbanyak sujud’ adalah agar Rabiah memperbanyak mengerjakan shalat-shalat sunnah, selain shalat fardhu yang menjadi kewajibannya. Dan setelah itu Rabiah al Aslamy makin meningkatkan kuantitas dan kualitas shalat sunnah yang dikerjakannya.
Kisah lebih lengkap tentang sahabat Rabiah bin Ka’b al Aslamy ini bisa dilihat pada Laman facebook, “Percik Kisah Sahabat Nabi Muhammad SAW.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar