Jumat, 15 Juni 2012

Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW

Peristiwa Isra’ Mi’raj terjadi ketika Nabi SAW dan kaum muslimin lainnya dalam tekanan dan siksaan yang terkira dari kaum kafir Quraisy, karena telah meninggalnya dua orang yang selama ini menjadi pilar dan pembela beliau. Pertama adalah paman beliau, Abu Thalib, yang selalu berdiri tegak membela Nabi SAW dari kaum kafir Quraisy, layaknya sebuah benteng yang susah ditembus. Sayangnya, Abu Thalib meninggal dalam kemusyrikannya pada bulan Rajab tahun sepuluh dari kenabian. Dua atau tiga bulan berikutnya, yakni pada Ramadhan tahun yang sama, istri beliau Khadijah RA wafat. Istri tersayang beliau ini, adalah pendukung dan pelindung beliau, baik secara materi dengan merelakan semua harta kekayaannya untuk menjalankan dakwah Islamiyah. Atau secara mental, menjadi penyejuk dan penguat hati Nabi SAW ketika menghadapi berbagai macam halangan dan tantangan dalam mengemban risalah kenabian.
‘Undangan’ Allah kepada Nabi SAW menjalani Isra’ Mi’raj ini seolah-olah menjadi ‘hiburan’ tersendiri sekaligus motivasi bagi beliau, ketika beliau begitu sedih dan berduka karena kehilangan dua orang yang sangat beliau sayangi. Apalagi hal itu (meninggalnya dua orang tersebut) juga berdampak pada meningkatnya penyiksaan kaum Quraisy kepada orang-orang muslim. Begitu dalamnya kesedihan Nabi SAW itu sehingga dalam tarikh Islam disebut sebagai ‘Amul Huzni’, Tahun Duka Cita. Allah ingin menunjukkan kepada Nabi SAW sebagian dari tanda-tanda kekuasaan-Nya (linuriyahuu min aayaatinaa) dalam perjalanan Isra’ Mi’raj itu, untuk lebih memantapkan hati Nabi SAW dalam mengemban dakwah Islamiyah.
Dalam peristiwa Isra’ Mi’raj ini, Allah menetapkan kewajiban shalat lima waktu bagi Umat Islam. Sebelumnya kewajiban shalat bagi kaum muslimin hanyalah shalat malam, sebagaimana disitir dalam QS Al-Muzammil ayat 20. Walau sifatnya sebagai suatu kewajiban, tetapi shalat lima waktu itu lebih merupakan pemuliaan dan pengutamaan bagi beliau dan umat beliau. Shalat juga merupakan sarana komunikasi dengan Allah untuk meminta pertolongan, sebagaimana disitir dalam QS Al-Baqarah ayat 45, “Dan mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk!!”
Juga disitir dalam QS Al-Baqarah 153, “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar!!”
Nabi SAW juga membuka peluang bagi umat islam untuk bisa “merasakan” pengalaman Mi’raj yang beliau jalani itu, walau tentunya tidak mungkin persis sama, dengan jalan shalat pula. Tentunya hal ini bagi kaum muslimin yang telah mencapai tingkat/derajad keimanan tertentu. Nabi SAW pernah bersabda, “Ash shalaatu mi’rajul mu’miniin.” Maksudnya adalah : Shalat itu adalah Mi’raj-nya orang-orang mukmin.
Ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang peristiwa Isra Mi’raj yang dialami Rasulullah SAW, apakah beliau mengalaminya dengan jasad kasar (tubuh fisik) atau hanya sekedar dengan ruh beliau saja, yakni semacam perjalanan mimpi saja? Tentu bukan di sini tempatnya untuk membahas perbedaan pendapat tersebut, hanya saja logika paling sederhana, jika saat menceritakan kepada kaum kafir Quraisy, beliau mengatakan telah bermimpi atau mengalami perjalanan rohani (secara ruh) ke Baitul Makdis kemudian ke langit ke tujuh dalam semalam itu, tentu tidak akan terjadi ‘kehebohan’ pada mereka. Karena itu mayoritas ulama berpendapat bahwa beliau menjalani peristiwa Isra’ Mi’raj ini dengan tubuh fisik beliau.
Malam itu Nabi SAW sedang berada di Baitullah, bersandar pada dinding Ka’bah atau pada dinding Hijr Ismail, dan sebagian riwayat menyebutkan berada di rumah Ummu Hani binti Abu Thalib, saudara sepupu beliau. Tiba-tiba datanglah Malaikat Jibril dan Malaikat Mikail sambil membawa tunggangan berwarna putih bersayap yang disebut Buraq, lebih tinggi daripada himar (keledai) tetapi lebih rendah daripada baghal. Jibril berkata kepada Mikail, “Bawalah seember air zam-zam, aku akan membersihkan hati Muhammad dan melapangkan dadanya!!”
Mikail datang dengan seember air zam-zam dan ia pulang baik hingga tiga kali, sementara Jibril mengoperasi (membelah) perut beliau dan membersihkan kemudian melapangkan dada beliau. Dibuanglah sifat dengki dan segala (bibit-bibit) sifat keburukan yang umumnya ada pada manusia, kemudian dipenuhi (digantikan) dengan hikmah, ilmu dan keimanan. Akhirnya Jibril memerintahkan beliau untuk berwudhu, dan menaiki Buraq sambil berkata, “Berangkatlah wahai Muhammad!!”
Nabi SAW berkata, “Kemana?”
Jibril menjawab, “Menghadap kepada Tuhanmu dan Tuhan segala sesuatu!!”
Dengan diiringi Jibril, Buraq dengan Nabi SAW di atasnya bergerak begitu cepatnya, jangkauan kaki depannya adalah sejauh pandangan matanya, yang mencapai batas cakrawala. Sesaat sebelum berangkat, beliau mendengar seruan dari arah kanan, “Wahai Muhammad, pelan-pelan, tunggulah!!”
Beliau mengabaikan seruan itu. Begitu juga ketika terdengar seruan yang sama dari arah kiri, beliau tidak memperdulikannya. Ada seorang wanita yang memakai segala macam perhiasan yang dimilikinya, mengulurkan tangan kepada beliau dan berkata, “pelan-pelan, tunggulah aku!!”
Sekali lagi beliau tidak memperdulikan dan segera berangkat. Pada suatu tempat Buraq berhenti dan Jibril berkata, “Turunlah dan lakukan shalat!!”
Nabi SAW turun dan melakukan shalat sesuai perintah Jibril. Setelah itu Jibril berkata, “Tahukah kamu dimana kamu shalat!!”  
Beliau berkata, “Tidak!!”
Jibril berkata, “Kamu telah shalat di tanah Thaibah (yakni, Madinah), kesanalah kamu akan berhijrah, insyaallah!!”
Mereka melanjutkan perjalanan, di suatu tempat mereka berhenti dan Jibril berkata, “Turunlah dan lakukan shalat!!”   
Nabi SAW turun dan melakukan shalat sesuai perintah Jibril. Setelah itu Jibril berkata, “Tahukah kamu dimana kamu shalat!!” 
Beliau berkata, “Tidak!!”
Jibril berkata, “Kamu telah shalat di bukit Thursina, di sanalah Allah berfirman secara langsung kepada Nabi Musa!!”
Mereka melanjutkan perjalanan, di suatu tempat mereka berhenti dan Jibril berkata, “Turunlah dan lakukan shalat!!”  
Nabi SAW turun dan melakukan shalat sesuai perintah Jibril. Setelah itu Jibril berkata, “Tahukah kamu dimana kamu shalat!!” 
Beliau berkata, “Tidak!!”
Jibril berkata, “Kamu telah shalat di Baitul Lahm (Betlehem), di sanalah Nabi Isa dilahirkan!!”
Mereka melanjutkan perjalanan dan tiba di Baitul Makdis. Ternyata para penghuni langit, yakni para malaikat telah berkumpul di sana dan menyambut kedatangan Nabi SAW dengan penuh penghormatan dan keramahan. Mereka berkata, “Salam untukmu wahai Nabi yang awal dan akhir, dan Nabi yang mengumpulkan!!”
Setelah menjawab salam mereka, Nabi SAW berkata kepada Jibril, “Apa maksud salam penghormatan mereka itu?”
Jibril berkata, “Sesungguhnya engkau adalah orang pertama yang bangkit dari bumi (pada hari kiamat nanti), begitu juga dengan umatmu (adalah umat yang pertama dibangkitkan). Engkau adalah orang yang pertama kali memberi syafaat dan diterima syafaatnya. Dan engkau memang Nabi yang terakhir di antara nabi-nabi dan rasul-rasul. Sedangkan penghimpunan, karena semua mahluk akan terlaksana dihimpun (di padang Makhsyar) kelak adalah berkat kamu dan umatmu!!”
Nabi SAW bersama Jibril berjalan menuju Masjidil Aqsha dan Buraq ditambatkan pada lingkaran di depan Masjid dengan tali sutera dari surga. Begitu memasuki pintunya, beliau melihat di dalam masjid telah penuh orang, dan mereka mengucapkan salam dan penghormatan seperti yang dilakukan para malaikat sebelumnya. Setelah menjawab salam mereka, Nabi SAW berkata, “Wahai Jibril, siapakah mereka ini?”
Jibril berkata, “Mereka adalah saudara-saudaramu, yaitu para nabi dan rasul terdahulu!!”
Nabi SAW shalat sunnah dua rakaat dan mereka semua bermakmum kepada beliau. Usai shalat, Nabi SAW berkata, “Wahai Jibril, pada waktu akan berangkat tadi, aku mendengar panggilan dari arah kananku!!”
Jibril berkata, “Itu adalah panggilan Yahudi, jika engkau berhenti pada panggilan itu, maka akan banyak umatmu yang menjadi pengikut Yahudi!!”
Beliau berkata lagi, “Saya juga mendengar seruan yang sama dari arah kiri dan seorang wanita yang memakai semua perhiasannya!!”
Jibril berkata, “Itu adalah panggilan Nashrani, jika engkau berhenti pada panggilan itu, maka akan banyak umatmu yang menjadi pengikut Nashrani. Sedangkan wanita itu adalah dunia yang menghiasi dirinya untukmu. Jika engkau berhenti pada panggilannya, akan sangat banyak umatmu yang memilih dunia daripada akhirat!!”
Kemudian Jibril menyodorkan dua gelas minuman, satu gelas berisi susu dan satunya lagi berisi khamr, dan berkata kepada beliau, “Minumlah mana yang engkau suka!!”
Nabi SAW memilih gelas berisi susu dan meminumnya hingga habis, gelas berisi khamr dibiarkan begitu saja. Jibril berkata, “Kamu telah memilih yang benar, yaitu fitrah. Yakni, engkau telah memberikan Islam kepada umatmu, sehingga mereka akan kembali kepada fitrah. Jika engkau memilih meminum khamr, tentulah umatmu akan tersesat!!”
Kemudian Jibril memegang tangan Nabi SAW keluar dari Masjid menuju suatu batu yang terletak tidak terlalu jauh dari sisi masjid. Tampak di sana sebuah ‘tangga’ menuju langit yang begitu indah dan cemerlangnya. Jibril membawa Nabi SAW naik melewati tangga itu dengan cepat hingga sampai di pintu langit pertama (langit dunia). Ketika Jibril minta dibukakan pintu, Malaikat penjaga bertanya, “Siapakah engkau?”
Jibril berkata, “Saya Jibril.”
Ia bertanya lagi, “Siapa yang bersamamu?”
Jibril menjawab, “Muhammad!!”
Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”
Jawab Jibril, “Ya, ia telah diutus!!”
Lalu pintu dibukakan bagi mereka. Pada langit pertama itu Nabi SAW melihat seorang laki-laki sedang duduk, di sebelah kanannya ada hitam-hitam (yakni siluet dari banyak orang) dan di sebelah kirinya juga ada hitam-hitam (siluet dari banyak orang). Apabila ia memandang ke kanan, ia tertawa dan apabila ia berpaling ke kiri, ia menangis. Ketika melihat kedatangan Nabi SAW, lelaki itu berkata, “Selamat datang Nabi yang saleh dan anak laki-laki yang saleh.”
Beliau bertanya kepada Jibril, “Siapakah orang ini?”
Jibril menjawab, “Dia adalah Nabi Adam, yang hitam-hitam di kanan dan kirinya itu adalah jiwa anak cucunya. Yang di sebelah kanan itu adalah penghuni surga dan yang di sebelah kirinya adalah penghuni neraka. Karena itulah jika melihat ke sebelah kanannya, ia tertawa, dan apabila ia melihat ke sebelah kirinya, ia menangis!!”
Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke dua. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat  penjaga bertanya, “Siapakah engkau?”
Jawab Jibril, “Jibril.”
Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”
Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”
Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”
Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke dua ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Isa bin Maryam dan Nabi Yahya bin Zakaria. Mereka berdua menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.
Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke tiga. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”
Jawab Jibril, “Jibril.”
Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”
Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”
Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”
Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke tiga ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Yusuf, yang dikarunia Allah sebagian dari keindahan pada wajahnya. Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.
Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke empat. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”
Jawab Jibril, “Jibril.”
Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”
Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”
Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”
Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke empat ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Idris. Allah telah berfirman tentang Nabi Idris, “Kami mengangkatnya pada tempat (martabat) yang tinggi!!” Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.
Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke lima. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”
Jawab Jibril, “Jibril.”
Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”
Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”
Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”
Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke lima ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Harun. Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.
Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke enam. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”
Jawab Jibril, “Jibril.”
Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”
Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”
Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”
Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke enam ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Musa. Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan. Ketika Nabi SAW dan Jibril meninggalkannya, Nabi Musa menangis. Terdengar Allah berfirman, “Wahai Musa, mengapa engkau menangis??”
Nabi  Musa berkata, “Ya Tuhanku, orang muda ini (yakni Nabi SAW) Engkau utus (sebagai Nabi dan Rasul) setelah aku, tetapi umatnya yang masuk surga lebih banyak daripada umatku!!”
Kemudian Nabi SAW dibawa naik ke langit ke tujuh. Jibril minta dibukakan pintu dan malaikat penjaga bertanya, “Siapa engkau?”
Jawab Jibril, “Jibril.”
Ia bertanya lagi, “Siapakah yang bersamamu?”
Jawab Jibril lagi, “Muhammad!!”
Ia bertanya lagi, “Apakah ia telah diutus?”
Jawab Jibril, “Dia telah diutus.”
Pintu dibukakan untuk mereka. Pada langit ke tujuh ini Nabi SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim, yang tampak menyandarkan tubuhnya pada dinding Baitul Makmur. Dia menyambut dan mendoakan beliau dengan kebaikan.
Baitul Makmur adalah ‘kiblat’ bagi seluruh malaikat, layaknya Ka’bah menjadi kiblat bagi seluruh umat Islam. Setiap hari ada tujuhpuluh ribu malaikat yang masuk ke dalam Baitul Makmur untuk beribadah di dalamnya, dan mereka tidak pernah keluar lagi dari sana.
Dalam perjalanan melalui langit demi langit itu, Nabi SAW juga menyaksikan para malaikat yang beribadah, yakni shalat, dengan cara yang berbeda-beda pada setiap lapisan langit. Hal itu membuat beliau terkagum-kagum dan sangat menginginkan umatnya bisa beribadah seperti itu. Kisah lengkapnya bisa dilihat pada Buku/Laman ini juga dengan judul “Nabi SAW dan Umatnya Dimuliakan dengan Shalat.”
Kemudian Jibril membawa Nabi SAW pergi ke Sidratul Muntaha yang dedaunannya seperti kuping-kuping gajah dan buahnya sebesar tempayan. Ketika atas perintah Allah, Sidratul Muntaha diselubungi berbagai macam keindahan, maka suasana menjadi berubah, sehingga tak seorang pun di antara makhluk Allah mampu melukiskan keindahannya. Di sana terdapat malaikat yang tidak ada yang mengetahui jumlahnya kecuali Allah saja, dan Jibril berada di tengah-tengahnya. Jibril berkata, “Majulah ke depan!!”
Nabi SAW menjawab, “Wahai Jibril, kamu sajalah, silahkan maju!!”
Jibril berkata lagi, “Tidak, wahai Muhammad, silahkan kamu yang maju ke depan, karena dalam pandangan Allah, kamu lebih mulia daripada aku!!”
Nabi SAW berjalan di depan dan Jibril mengikuti di belakang. Ketika tiba pada suatu dinding hijab (pembatas) dari cahaya, terdengar pertanyaan dari malaikat penjaga, “Siapa ini?”
Jibril berkata, “Aku Jibril, datang bersama Muhammad!!”
Malaikat penjaga hijab itu mengulurkan tangannya dan membawa Nabi SAW memasuki (menembus) hijab cahaya tersebut, sementara Malaikat Jibril tetap tinggal di Sidratul Muntaha. Nabi SAW berkata, “Aku mau dibawa kemana??”
Malaikat itu berkata, “Wahai Muhammad, tiadalah dari kami (para malaikat) kecuali mempunyai tempat tertentu. Ini adalah batas terakhir dari semua mahluk, dan kami diijinkan menempati hijab ini karena kehormatan dan kemuliaanmu!!”
Mereka bergerak sangat cepat, dan tiba di dinding hijab berikutnya. Terdengar sebuah seruan, “Siapakah ini?”
Malaikat itu menjawab, “Aku penjaga hamparan hijab emas, dan bersamaku adalah Muhammad!!”
Malaikat yang bertanya itu mengucap takbir, kemudian mengulurkan tangannya dan membawa Nabi SAW menembus hijab yang dijaganya. Begitulah, Nabi SAW diantar setiap malaikat penjaga menembus hijab demi hijab yang dijaganya hingga tiba pada suatu hamparan hijau, dengan cahaya yang berkilauan cemerlang di sekelilingnya. Tiba-tiba Nabi SAW terbawa mendekat pada Arsy sendirian saja. Beliau duduk bersandar kepada Arsy tersebut ‘berhadapan’ dengan Allah. Kemudian Allah berfirman kepada Nabi SAW, menceritakan keadaan orang-orang yang terdahulu dan terkemudian. Beliau hanya duduk diam dengan lidah kelu karena diliputi dengan Keagungan dan Kewibawaan Allah.
Para ulama berbeda pendapat ketika Nabi SAW berhadapan dengan Allah tersebut, apakah beliau bisa melihat Allah dengan mata kepalanya secara langsung? Atau beliau melihat Allah hanya dengan mata hati (fuad) saja? Atau bahkan hanya melihat-Nya (merasakan-Nya) di dalam hati (qolbu) saja? Bukan di sini tempatnya untuk membahas perbedaan pendapat tersebut, yang jelas bahwa kemuliaan dan penghormatan yang diperoleh Nabi SAW dalam peristiwa Mi’raj ini tidak pernah dialami oleh Nabi-nabi dan rasul-rasul sebelumnya, bahkan tidak juga oleh para malaikat, termasuk Malaikat Jibril sebagai penghulunya para malaikat. Jauh lebih mulia dan agung daripada ‘percakapan’ Nabi Musa dengan Allah ketika tajalli di Bukit Thursina.
Kemudian Nabi SAW mengucap pujian kepada Allah, “Attahiyyaatu lillaahi wash sholawaatu wath thoyyibaatu…!!” Maksudnya adalah : Segala kehormatan hanyalah milik Allah, demikian pula dengan segala rahmat dan kebaikan.
Mendengar pujian Nabi SAW itu, Allah berfirman, “Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rahmatullaahi wa barakaatuh…!!” Maksudnya adalah : Kesejahteraan bagi kamu wahai Nabi, demikian juga dengan rahmat dan barakah Allah (akan selalu terlimpah kepadamu).
Nabi SAW amat gembira dengan firman Allah tersebut, tetapi kemudian beliau teringat akan umat beliau, karena itu beliau berkata, “Assalamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin…!!” Maksudnya adalah : Semoga kesejahtreraan dilimpahkan kepada kepada kami dan kepada hamba-hamba Allah yang saleh. Beliau tidak ingin sendirian dalam memperoleh kesejahteraan itu, tetapi ingin mengikut-sertakan umat beliau yang saleh juga.
Malaikat Jibril, walaupun berada ‘jauh di bawah’ Arsy, tetapi ia bisa mendengar percakapan antara Allah dan Nabi SAW itu, dan ia ikut kagum dan berkata, “Asyhadu allaa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan abduhuu wa rasuuluh!!”
Bacaan-bacaan tersebut ‘diabadikan’ sebagai bagian dari shalat yang menjadi kewajiban kaum muslimin, yakni bacaan saat tasyahud, baik waktu tasyahud akhir yang sifatrnya wajib (bagian dari rukunnya shalat), atau  tasyahud awal yang bersifat sunnah. Beberapa riwayat lain mempunyai redaksi (susunan kalimat) yang agak berbeda, walau intinya sama.
Kemudian Allah memfirmankan beberapa perkara, yang tidak semuanya diijinkan untuk disampaikan kepada umat beliau, tetapi semua itu makin memperkuat semangat beliau untuk mendakwahkan Risalah Islamiah, walau tidak ada lagi Khadijah dan Abu Thalib. Penentangan dan siksaan dari berbagai pihak mungkin makin kuat menghalangi, tetapi tidak ada lagi kegentaran beliau menghadapinya, karena sandaran beliau kini makin kuat dan tampak sangat nyata, yakni Allah SWT. Allah juga men-syariatkan pelaksanaan shalat 50 waktu bagi beliau dan seluruh umat beliau. Dan Allah berfirman, “Kembalilah kepada umatmu, dan sampaikanlah kepada mereka apa yang kamu peroleh dari-Ku (yakni, apa-apa yang diijinkan-Nya untuk disampaikan, khususnya kewajiban shalat tersebut)!!”
Nabi SAW mundur dan turun dari Arsy, dalam sekejab saja telah tiba kembali di Sidratul Muntaha. Jibril menyambut beliau dan memberikan ucapan selamat atas penghormatan yang diberikan Allah kepada beliau. Suatu kedudukan terpuji (maqaman mahmudah) yang tidak pernah dicapai oleh nabi dan rasul manapun, bahkan oleh para malaikat muqarrabin, termasuk Jibril sendiri. Ia memerintahkan beliau untuk bersyukur, dan Nabi SAW segera mengucapkan puji syukur kepada Allah atas anugerah yang beliau terima itu.
Kemudian Jibril berkata, “Wahai Muhammad, pergilah engkau ke surga, akan aku perlihatkan apa yang dipersiapkan untukmu di sana, sehingga engkau akan makin zuhud terhadap dunia dan semakin cinta kepada akhirat!!”
Jibril mendampingi Nabi SAW menuju surga dan menjelajah semua tempat di dalamnya atas ijin Allah, tidak ada satu sudutpun yang terlewat, walau memang masih kosong tanpa penghuni. Beberapa peristiwa juga ditampakkan kepada Nabi SAW berkaitan dengan surga ini, seperti bau harum yang begitu menyengat, yang ternyata adalah dari Masyitoh, tukang sisir Fir’aun yang dihukum mati karena mempertahankan akidah tauhidnya. Begitu juga dengan suara terompah (sandal atau sepatu) sahabat Bilal yang terdengar di surga. Juga seorang wanita (bidadari) yang sangat jelita, yang ternyata adalah milik Sahabat Zaid bin Haritsah, padahal Zaid adalah seorang yang berkulit hitam dan bekas budak. Nabi SAW berkomentar, “Untuk (kenikmatan) yang semacam inilah hendaknya (sepantasnya) beramal orang-orang yang ingin beramal!!”
Kemudian Jibril membawa Nabi SAW mengunjungi neraka. Diperlihatkan kepada beliau beberapa siksaan yang dialami oleh penghuni neraka, seperti orang yang memakan (mengambil) harta anak yatim secara tidak sah, orang-orang yang memakan (menjalankan) riba, dan orang-orang yang suka berzina. Beliau juga sempat mendengar suara yang sangat keras dan bergemuruh dari sebuah benda jatuh, ketika beliau bertanya kepada Jibril, ia berkata, “Itu adalah batu yang dilemparkan ke neraka Sa’ir sejak tujuhpuluh tahun yang lalu, dan sekarang ini baru sampai ke dasarnya!!”
Sempat diperlihatkan pula kepada Nabi SAW para penghuni neraka itu, dan kebanyakan atau lebih banyak kaum wanitanya daripada kaum lelakinya. Nabi SAW selalu menangis jika teringat dengan pemandangan ini, karena sangat sedih dengan nasib yang menimpa kaum wanita dari umat beliau itu. (Lebih lengkapnya tentang apa yang dilihat Nabi SAW ini, baca kembali kisah pada Buku/Laman ini dengan judul “Nabi SAW Menangisi Kaum Wanita di Neraka”)
Setelah mengalami ‘perjalanan’ menyenangkan dan menyedihkan itu, Jibril membawa Nabi SAW turun ke lapisan langit di bawahnya untuk kembali ke bumi. Tetapi ketika tiba di langit ke enam, Nabi Musa menyapa beliau, “Wahai Muhammad, apa yang difardhukan Allah kepadamu dan kepada umatmu?”
Nabi SAW berkata, “Shalat limapuluh kali dalam sehari!!”
Nabi Musa berkata, “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan, karena umatmu tidak akan kuat melaksanakannya. Sungguh aku pernah mencobanya pada Bani Israil (yang lebih ringan dari ini) dan mereka tidak mampu!!”
Nasehat yang sangat masuk akal, dengan limapuluh waktu shalat berarti kewajiban shalat (kalau dirata-rata) dikerjakan setiap 28 menit, sungguh sangat memberatkan. Nabi SAW menyadari itu dan beliau segera kembali menghadap ke hadirat Allah di Arsy, sementara Jibril menunggu di Sidratul Muntaha seperti sebelumnya. Beliau berkata, “Ya Rabbi, berilah keringanan kepada umatku!!”
Allah memenuhi permintaan beliau, dan mengurangi sepuluh waktu menjadi empatpuluh waktu shalat sehari semalamnya. Ketika turun bersama Jibril dan sampai di langit ke enam, Nabi Musa bertanya seperti sebelumnya. Nabi SAW menjelaskan kalau telah dikurangi sepuluh, ia berkata lagi, “Kembalilah kepada Tuhanmu, mintalah keringanan, karena umatmu tidak akan kuat melaksanakannya!!”
Nabi SAW memenuhi saran tersebut, dan beliau kembali menghadap Allah beberapa kali lagi karena Nabi Musa selalu menyarankan untuk meminta keringanan. Ketika telah tinggal sepuluh waktupun Nabi Musa masih meminta beliau untuk kembali kepada Allah. Tetapi ketika telah tinggal lima waktu shalat dan Nabi Musa masih juga menyarankan meminta keringanan, Nabi SAW berkata, “Aku malu untuk kembali lagi meminta keringanan kepada Allah, aku ridha dan tunduk dengan apa yang difardhukan Allah kepadaku dan kepada umatku!!”
Dalam riwayat lainnya disebutkan, setiap kali menghadap Allah dikurangkan lima-lima sehingga tinggal lima waktu shalat. Riwayat lain lagi, dikurangkan separuh-separuh hingga tinggal lima waktu shalat.
Nabi SAW bersama Jibril meneruskan perjalanan ke bumi, dan ketika telah melewati Nabi Musa, terdengar Allah berfirman, “Engkau telah berlalu dengan membawa kefardhuan dari-Ku dan Aku telah memberikan keringanan kepada hamba-hamba-Ku. Dan Aku membalas setiap kebaikan dengan sepuluh kali lipatnya!!”
Nabi SAW makin gembira dengan adanya ‘pemberitahuan’ Allah tersebut. Jibril dan Nabi SAW turun di Baitul Makdis, di tempat seperti ketika mulai naik ke langit, dan pulang kembali ke Makkah dengan Buraq. Dalam perjalanan pulang itu beliau sempat bertemu dengan rombongan Bani Fulan yang sedang berhenti di Rauha’, mereka kehilangan seekor untanya dan mencari-carinya, Nabi SAW menunjukkan tempat untanya yang tengah tersesat itu. Beliau juga sempat minum air dari sebuah gelas mereka, tetapi beliau tidak menghabiskannya.
Beliau juga melewati kafilah dagang kaum Quraisy yang baru kembali dari Syam, mereka berada di Tan’im, salah satu daerah di luar batas tanah Haram.     

Tidak ada komentar:

Posting Komentar