Suatu ketika Nabi
SAW bersabda kepada para sahabat yang tengah berkumpul, “Jagalah harta bendamu
dengan (membayar) zakat, obatilah penyakitmu dengan shadaqah, dan hadapilah
musibah (bencana) dengan doa dan tawadhu’ (merendahkan diri kepada Allah)!!”
Ternyata tidak jauh dari para
sahabat yang tengah berkumpul itu ada seorang Nashrani yang juga mendengarnya,
dan sabda beliau tersebut sangat berkesan di hatinya. Saat itu ia tengah
mengirim suatu kafilah dagang ke Mesir, yang dijalankan dan dipimpin oleh salah
seorang mitra usahanya. Ia menyadari bahwa perjalanan melewati padang pasir yang luas terkadang
menghadapi bahaya para perompak, atau sekelompok orang badui yang suka menjarah
barang perniagaan. Karena itu ia ingin ‘mempraktekkan’ apa yang disampaikan
Nabi SAW untuk keamanan harta perniagaannya.
Ketika sampai di rumah, ia
mengeluarkan sebagian harta bendanya dan memberikan kepada fakir miskin yang
berada di sekitarnya. Tentunya tidak seperti perhitungan zakat yang seharusnya,
hanya saja ia meniatkan sebagai zakat untuk “mengamankan” kafilah dagangnya. Ia
berkata dalam hatinya, “Jika Muhammad benar dengan apa yang dikatakannya, maka
aku akan masuk Islam dan beriman kepadanya. Tetapi jika perkataannya dusta dan
tidak terbukti, maka aku akan mendatanginya dan membunuhnya!!”
Sabda Nabi SAW tersebut tentunya
tidak harus selalu ditafsirkan secara literal begitu saja, harusnya lebih
diutamakan dengan orientasi keselamatan hidup di akhirat. Dengan mengeluarkan
zakat atas harta yang telah memenuhi nisab dan haul-nya, mengeluarkan shadaqah
serta menghadapi musibah dengan doa dan bersikap tawadhu’, sudah pasti kita
akan memperoleh pahala dan kemanfaatan yang amat besar pada Yaumul Ba’ats (hari
kebangkitan setelah kiamat) kelak.
Setelah beberapa hari berlalu, dan
telah tiba waktu yang diperkirakan mitranya sampai kembali di Madinah , ia
mendengar kabar kalau ada perompakan yang menimpa suatu kafilah dagang. Sang
Nashrani itu jadi khawatir, ia hampir yakin kalau kafilah dagangnya yang
menjadi korban, dan itu berarti sabda Nabi SAW tidak benar. Maka ia segera
menghunus pedangnya, bersiap mendatangi dan membunuh beliau.
Tetapi belum jauh meninggalkan
rumahnya, tampak serombongan unta mendatanginya dan ternyata adalah kafilah
dagang miliknya. Melihatnya keluar dengan pedang terhunus, mitra usahanya itu
berkata, “Janganlah engkau khawatir, ketika terjadi pencegatan dan perompakan
terhadap sekelompok pedagang, aku berada agak jauh di belakang, sehingga harta
benda kita aman dan terjaga semuanya!!”
Sang Nashrani berkata, “Benar apa
yang dikatakan Muhammad, ia benar-benar seorang Nabi yang diutus!!”
Ia tetap melanjutkan langkahnya
kepada Nabi SAW tetapi dengan pedang disarungkan. Setelah berada di hadapan
beliau, ia menceritakan apa yang dialaminya dan berba’iat memeluk Islam. Dengan
senang hari Nabi SAW menerimanya dan beliau mendoakannya dengan kebaikan.
Mohon izin untuk me-repost ulang tulisannya sebagai bahan tulisan untuk tugas sekolah kami. Terimakasih
BalasHapusmohon izin untuk me-repost ulang tulisannya untuk memberikan kisah inspirasi kepada yang lainnya
BalasHapus