Rabu, 27 Februari 2013

Nabi SAW, Antara Aisyah dan Shalat Malam

            Aisyah adalah istri yang paling disayangi Rasulullah SAW, tentulah setelah istri pertama beliau yang telah wafat, Khadijah binti Khuwailid, dan ia selalu membanggakan hal itu terhadap istri-istri beliau lainnya. Ia juga satu-satunya istri yang beliau nikahi dalam keadaan gadis. Aisyah juga memperoleh giliran tambahan bersama Nabi SAW karena salah satu istri beliau yang telah tua, Saudah binti Zam’ah ‘memberikan’ gilirannya kepada Aisyah. Dua orang istri beliau ini, yang termuda dan tertua, memang yang paling akrab hubungannya, tanpa ada diselingi rasa cemburu sedikitpun. Terhadap istri Nabi SAW lainnya terkadang Aisyah masih merasa cemburu.
            Suatu malam saat giliran Aisyah, atau giliran Saudah yang diberikan kepadanya, Nabi SAW datang ke rumahnya. Setelah membuka baju, beliau berbaring di sisi Aisyah dan bercanda dengannya. Tetapi tidak lama berselang, tiba-tiba Nabi SAW bangkit berdiri, memakai kembali dua lembar baju beliau dan berjalan keluar. Tentu saja timbul berbagai pertanyaan pada diri Aisyah, ia menduga, “Tentulah beliau datang ke rumah salah satu maduku (Istri beliau lainnya)!!”
            Tiba-tiba muncul rasa cemburunya, Aisyah segera berpakaian dan mengikuti kepergian Nabi SAW dari kejauhan. Ia terus berjalan mengikuti, ternyata Rasulullah SAW pergi ke makam Baqi. Di sana beliau berdoa dan membacakan istighfar untuk arwah kaum muslimin, termasuk para syuhada yang gugur di jalan Allah, walau mungkin tidak dimakamkan di Baqi tersebut. Aisyah menjadi malu sendiri melihat hal itu, apalagi ia telah berprasangka buruk kepada beliau, ia membatin, “Engkau, ya Rasulullah, sibuk dengan urusan agama dan keselamatan umat Islam, sedangkan aku sibuk dengan urusan (kesenangan) duniaku!!”
            Aisyah segera berbalik, berjalan pulang dengan tergesa-gesa takut ketahuan Nabi SAW, dan tiba di rumah dengan nafas terengah-engah. Tetapi tidak lama berselang beliau masuk rumah, dan mengetahui keadaan Aisyah, beliau bersabda, “Mengapa nafasmu itu, wahai Aisyah??”
            Dengan malu-malu Aisyah berkata, “Wahai Nabiyallah, engkau datang, membuka pakaian dan berbaring di sampingku, tetapi tiba-tiba engkau bangkit berdiri, berpakaian kembali dan berjalan keluar meninggalkanku sendirian. Karena itu muncul rasa cemburuku, kalau engkau mendatangi salah seorang maduku, akupun berjalan keluar mengikuti engkau. Tetapi ternyata engkau berada di Baqi dan aku melihat apa yang engkau lakukan. Setelah itu aku bergegas pulang hingga nafasku terengah-engah seperti ini!!”
            Nabi SAW tersenyum mendengar penjelasannya, kemudian bersabda, “Hai Aisyah, apakah engkau khawatir kalau Allah dan Rasulullah (SAW) tidak jujur kepadamu?? Sesungguhnya saat aku berbaring di sisimu, tiba-tiba Malaikat Jibril datang menghampiriku dan berkata : Malam ini adalah malam Nishfu Sya’ban….!!”
            Hal ini juga merupakan keutamaan Aisyah di antara istri-istri Nabi SAW lainnya. Tidak pernah malaikat, khususnya malaikat Jibril mendatangi Nabi SAW ketika sedang ‘berduaan’ bersama istri-istri beliau kecuali ketika bersama Aisyah.
            Nabi SAW meneruskan penjelasannya, bahwa Malaikat Jibril menyatakan kalau pada malam Nishfu Sya’ban itu Allah memerdekakan orang-orang dari neraka sebanyak bulu kambing Bani Kalb (yakni, jumlahnya banyak sekali). Namun demikian ada beberapa kelompok manusia yang Allah tidak akan memandangnya, yakni tidak melimpahkan Rahmat dan Maghfirah-Nya hingga mereka tidak termasuk yang terbebaskan dari neraka pada malam yang penuh barakah tersebut. Mereka ini adalah :
1.      Orang-orang musyrik, atau orang yang menyekutukan Allah.
2.      Orang muslim yang bersengketa atau bertengkar sehingga mereka tidak saling menyapa (tidak merelakan) saudaranya hingga lebih dari tiga hari.
3.      Orang yang memutuskan silaturahmi.
4.        Orang yang menurunkan kainnya (sarungnya) di bawah tumit, khususnya yang didasari rasa sombong.
5.      Orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya.
6.      Orang yang selalu minum minuman keras, khamr dan sejenisnya.
Karena itulah Nabi SAW meninggalkan Aisyah dalam keadaan seperti itu, dan pergi ke makam Baqi untuk mendoakan umat beliau agar semakin banyak yang dibebaskan dari neraka.
            Memahami perasaan Aisyah sebelumnya yang dihantui prasangka karena ditinggalkan begitu saja, Nabi SAW melepas baju beliau dan bersiap berbaring di sisinya seperti sebelumnya. Tetapi sepertinya Nabi SAW masih ‘kepikiran’ dengan keadaan umat Islam, berkaitan dengan fadhilah malam Nishfu Sya’ban itu. Kalau bisa, Nabi SAW menginginkan agar tidak ada satupun dari umat beliau yang masuk neraka, atau mencicipi panasnya, semuanya masuk surga dengan lancar tanpa mampir. Karena itu beliau bersabda, “Wahai Aisyah, ini adalah malam Nishfu Sya’ban, apakah engkau mengijinkan aku untuk shalat pada malam ini??”
            Tentu pilihan yang tidak mudah bagi Aisyah, karena malam-malam seperti itu adalah saat yang paling ditunggunya untuk bisa ‘bersenang-senang’ bersama Rasulullah SAW. Tetapi lebih daripada itu, kesenangan Rasulullah SAW dalam bermunajat kepada Allah, lebih penting daripada kesenangan pribadinya. Karena itu ia membolehkan Nabi SAW ‘meninggalkannya’ untuk shalat pada malam itu, walau masih di tempat yang sama.
            Nabi SAW memakai bajunya kembali dan mulai melaksanakan shalat, sementara Aisyah berbaring di sisi beliau. Seperti biasanya shalat Nabi SAW, ketika melaksanakan shalat sendirian selalu lama dan panjang, baik berdirinya, ruku ataupun sujudnya. Tetapi dalam salah satu sujudnya, tampak beliau begitu lama, jauh lebih lama daripada biasanya, sehingga Aisyah menyangka Rasulullah SAW telah wafat dalam sujudnya itu. Ada ketakutan dan kekhawatiran dalam diri Aisyah, maka ia menyentuh telapak kaki beliau.
            Tampaknya Nabi SAW menyadari sikap istri tersayangnya itu, beliau bergerak sedikit dan agak mengeraskan bacaan doa dalam sujud tersebut. Aisyah menjadi tenang kembali, karena yakin bahwa beliau belum meninggal seperti perkiraannya. Dengan jelas ia mendengar beliau berdoa dalam sujudnya itu : A’uudzu bi afwika min ‘iqoobika, wa a’uudzu bi ridhooka min sakhotika, wa au’dzuubika minka, jalla wajhika, laa ukhshii tsanaa-an ‘alaika anta, kamaa ats-naika’alaa nafsika.
            Maksud dari doa tersebut adalah : Ya Allah, aku berlindung dengan ampunan-Mu dari siksa-Mu, dan aku berlindung dengan ridhomu dari kemurkaan-Mu, dan aku berlindung dengan (rahmat)-Mu dari (pembalasan/hisab)-Mu, sungguh agung Wajah-Mu, aku tidak bisa memuji kepada-Mu sebagaimana Engkau memuji Diri-Mu.
            Entah sampai berapa lama Nabi SAW shalat pada malam itu, yang jelas Aisyah telah tertidur sebelum beliau selesai shalat. Keesokan harinya ia menceritakan hal itu kepada beliau, dan Nabi SAW bersabda, “Wahai Aisyah, pelajarilah doa itu dan ajarkanlah, sesungguhnya Malaikat Jibril mengajarkannya kepadaku, dan menganjurkan agar aku membacanya berulang-ulang di dalam sujud.” 

Note:ii622  

5 komentar: