Rabu, 02 September 2015

Nabi SAW di antara Tradisi Jahiliah

Sejak masih kecil hidup di lingkungan kaum Quraisy yang mayoritas menyembah berhala, tidak pernah sekalipun Nabi SAW ‘terbawa arus’ mengikuti pola hidup dan kepercayaan mereka. Walau para tokoh jahiliah tersebut masih kerabat dekat beliau, seperti Abu Jahal, Abu Lahab, bahkan Abu Thalib yang mengasuh beliau, tetapi sama sekali beliau tidak ‘terkontaminasi’ dengan pekerti jahiliah mereka yang jelek-jelek. Tentu saja semua itu tidak terlepas dari jaminan dan penjagaan Allah, yang menyebabkan pengaruh buruk mereka sama sekali tidak bisa menyentuh beliau.
Walaupun tidak bisa membaca dan menulis (ummi), tetapi Nabi SAW layaknya seorang pengamat yang brillian atas apa yang tengah terjadi di sekitar beliau. Dengan kecerdasan dan fitrah suci yang diberikan Allah, beliau bisa memilah dan memilih apa yang seharusnya (yang benar) dan tidak seharusnya (yang salah). Beliau hanya bergaul dengan mereka, sejauh ada nilai-nilai kebaikan yang bisa beliau peroleh, kalau tidak, beliau lebih suka menyendiri.   
Tetapi bagaimanapun juga Nabi SAW masih manusia biasa, yang secara perkembangan fisik dan mental, khususnya di masa-masa remaja, ada juga kecenderungan jiwa yang menggelitik untuk sekedar menikmati dan mencicipi kesenangan duniawiah. Tetapi kemudian Allah memberi pertolongan dan perlindungan sehingga beliau ‘gagal’ untuk mewujudkan kecenderungannya itu. Beliau pernah bersabda, “Tidak pernah terlintas dalam benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah kecuali hanya dua kali. Tetapi kemudian Allah menjadi penghalang antara diriku dan keinginan itu, dan setelah itu aku tidak lagi punya keinginan (kesenangan duniawiah) sedikitpun, sehingga Allah memuliakan aku dengan risalah-Nya….!!”
Kemudian Nabi SAW menceritakan, bahwa ketika remaja beliau bekerja menggembalakan kambing. Berbeda dengan di Indonesia, di Arab dan padang pasir pada umumnya, mereka menggembalakan kambing (dan ternak lainnya) pada malam hari, dan biasanya jauh di luar kota. Suatu malam beliau mendengar adanya keramaian di Makkah, maka beliau berkata pada seorang pemuda lain yang juga menggembala, “Tolong awasilah kambing-kambing gembalaanku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak mengobrol di sana sebagaimana dilakukan pemuda-pemuda yang lain…!!”
“Baiklah,” Kata penggembala itu, “Aku akan melakukannya!!”
Beliau masuk ke Makkah, di suatu rumah yang sedang mengadakan keramaian, yakni terdengar suara rebana ditabuh, beliau berhenti dan bertanya kepada seseorang, “Ada apa ini?”
Orang itu berkata, “Perhelatan pernikahan Fulan dan Fulanah.”
Maka beliau memutuskan untuk melihatnya. Seperti kebiasaan jahiliah, selain tabuhan rebana, ada tarian dan juga kebiasaan buruk lainnya termasuk minuman khamr. Tetapi begitu beliau duduk, tiba-tiba telinganya seperti tersumbat dan langsung tertidur. Beliau terbangun ketika panas telah menyengat dan di sekitar rumah itu telah sepi. Beliau segera kembali ke temannya penggembala kambing, mengabarkan apa yang terjadi.
Pada malam lainnya, ketika beliau mendengar ada keramaian di Makkah, beliau ingin melihatnya, dan menitipkan kambing gembalaannya pada temannya. Tetapi seperti sebelumnya, begitu duduk beliau langsung tertidur, tidak mendengar dan melihat apapun, hingga panas matahari membangunkan beliau dan keadaan telah sepi.
Setelah dua kali pengalaman itu, beliau tidak pernah lagi mempunyai keinginan untuk melihat atau terlibat pada aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah.

Note:sn86

Tidak ada komentar:

Posting Komentar