Sejak masih kecil hidup di
lingkungan kaum Quraisy yang mayoritas menyembah berhala, tidak pernah
sekalipun Nabi SAW ‘terbawa arus’ mengikuti pola hidup dan kepercayaan mereka.
Walau para tokoh jahiliah tersebut masih kerabat dekat beliau, seperti Abu
Jahal, Abu Lahab, bahkan Abu Thalib yang mengasuh beliau, tetapi sama sekali
beliau tidak ‘terkontaminasi’ dengan pekerti jahiliah mereka yang jelek-jelek.
Tentu saja semua itu tidak terlepas dari jaminan dan penjagaan Allah, yang
menyebabkan pengaruh buruk mereka sama sekali tidak bisa menyentuh beliau.
Walaupun tidak bisa membaca dan
menulis (ummi), tetapi Nabi SAW layaknya seorang pengamat yang brillian atas
apa yang tengah terjadi di sekitar beliau. Dengan kecerdasan dan fitrah suci
yang diberikan Allah, beliau bisa memilah dan memilih apa yang seharusnya (yang
benar) dan tidak seharusnya (yang salah). Beliau hanya bergaul dengan mereka,
sejauh ada nilai-nilai kebaikan yang bisa beliau peroleh, kalau tidak, beliau
lebih suka menyendiri.
Tetapi bagaimanapun juga Nabi SAW
masih manusia biasa, yang secara perkembangan fisik dan mental, khususnya di
masa-masa remaja, ada juga kecenderungan jiwa yang menggelitik untuk sekedar
menikmati dan mencicipi kesenangan duniawiah. Tetapi kemudian Allah memberi
pertolongan dan perlindungan sehingga beliau ‘gagal’ untuk mewujudkan
kecenderungannya itu. Beliau pernah bersabda, “Tidak pernah terlintas dalam
benakku suatu keinginan untuk mengikuti kebiasaan yang dilakukan oleh
orang-orang jahiliah kecuali hanya dua kali. Tetapi kemudian Allah menjadi
penghalang antara diriku dan keinginan itu, dan setelah itu aku tidak lagi
punya keinginan (kesenangan duniawiah) sedikitpun, sehingga Allah memuliakan
aku dengan risalah-Nya….!!”
Kemudian Nabi SAW menceritakan,
bahwa ketika remaja beliau bekerja menggembalakan kambing. Berbeda dengan di Indonesia , di Arab dan padang
pasir pada umumnya, mereka menggembalakan kambing (dan ternak lainnya) pada
malam hari, dan biasanya jauh di luar kota .
Suatu malam beliau mendengar adanya keramaian di Makkah, maka beliau berkata
pada seorang pemuda lain yang juga menggembala, “Tolong awasilah
kambing-kambing gembalaanku, karena aku hendak masuk Makkah dan hendak
mengobrol di sana
sebagaimana dilakukan pemuda-pemuda yang lain…!!”
“Baiklah,” Kata penggembala itu,
“Aku akan melakukannya!!”
Beliau masuk ke Makkah, di suatu
rumah yang sedang mengadakan keramaian, yakni terdengar suara rebana ditabuh,
beliau berhenti dan bertanya kepada seseorang, “Ada apa ini?”
Orang itu berkata, “Perhelatan
pernikahan Fulan dan Fulanah.”
Maka beliau memutuskan untuk
melihatnya. Seperti kebiasaan jahiliah, selain tabuhan rebana, ada tarian dan
juga kebiasaan buruk lainnya termasuk minuman khamr. Tetapi begitu beliau
duduk, tiba-tiba telinganya seperti tersumbat dan langsung tertidur. Beliau
terbangun ketika panas telah menyengat dan di sekitar rumah itu telah sepi. Beliau
segera kembali ke temannya penggembala kambing, mengabarkan apa yang terjadi.
Pada malam lainnya, ketika beliau
mendengar ada keramaian di Makkah, beliau ingin melihatnya, dan menitipkan
kambing gembalaannya pada temannya. Tetapi seperti sebelumnya, begitu duduk
beliau langsung tertidur, tidak mendengar dan melihat apapun, hingga panas
matahari membangunkan beliau dan keadaan telah sepi.
Setelah dua kali pengalaman itu,
beliau tidak pernah lagi mempunyai keinginan untuk melihat atau terlibat pada
aktivitas yang dilakukan oleh orang-orang jahiliah.
Note:sn86
Tidak ada komentar:
Posting Komentar