Selasa, 07 Oktober 2014

Beriman karena ayat-ayat Taurat

Suatu ketika Nabi SAW dan beberapa orang sahabat berjalan-jalan di sekitar Madinah hingga tiba di pemukiman kaum Yahudi. Ketika tiba di sebuah kuil (tempat ibadah), beliau berhenti dan diam-diam mendengarkan mereka yang sedang membaca kitab Taurat. Setelah beberapa saat lamanya, tiba-tiba mereka berhenti membaca, maka beliau berkata, “Apa sebabnya mereka berhenti membaca??”
Tidak jauh dari tempat beliau, ada seorang Yahudi yang terbaring sakit, ia berkata, “Mereka berhenti membaca karena sampai pada ayat yang menerangkan sifat-sifat seorang nabi!!”
Kemudian lelaki Yahudi itu merangkak, karena ia memang tidak mampu berdiri karena sakitnya itu, untuk mengambil kitab Taurat, dan meneruskan bacaan yang tadi dihentikan oleh orang-orang Yahudi di dalam kuil (tempat ibadahnya). Setelah selesai membaca ayat-ayat itu, ia berkata, “Ini adalah sifat-sifat engkau dan sifat umatmu, aku bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan engkau, Muhammad adalah utusan Allah!!”
Tidak lama kemudian lelaki Yahudi yang sedang sakit itu meninggal, maka Nabi SAW bersabda, “Kafanilah saudaramu ini!!”
Dalam riwayat lainnya yang hampir sama, ketika berjalan-jalan Nabi SAW dan beberapa sahabat bertemu dengan seorang pemuda Yahudi tampan yang sedang sekarat, sedang ayahnya membacakan ayat-ayat Taurat untuk menuntun (mentalqin)nya. Nabi SAW bersabda, “Aku bersumpah dengan Dzat yang menurunkan Taurat, apakah engkau dapatkan sifat dan kerasulanku dalam Taurat itu?”
Sang ayah berkata, “Tidak ada!!”
Tetapi sang anak, yakni pemuda Yahudi tampan yang sedang sekarat itu berkata, “Demi Dzat yang menurunkan Taurat, sesungguhnya kami temukan dalam kitab kami (Taurat), sifat dan kerasulan engkau….!!”
Sang ayah tersentak kaget, tetapi pemuda itu tidak memperdulikannya lagi, dan ia langsung mengucap dua kalimat syahadat, tak lama kemudian ia meninggal. Nabi SAW memerintahkan para sahabat untuk mengangkat pemuda tersebut untuk mengurus jenazahnya. Beliau sendiri turun tangan untuk mengkafani, menyalatkan dan menguburkan jenazah pemuda Yahudi tersebut.

Note : jka6667

Sebuah Pertanda saat Penggalian Parit (Khandaq)

Ketika kaum muslimin sedang mengerjakan penggalian parit (khandaq) untuk benteng pertahanan Kota Madinah dari serangan Quraisy dan sekutu-sekutunya, mereka sempat menemui sebuah batu atau tanah keras sangat besar yang sulit sekali dihancurkan. Beberapa sahabat yang mempunyai kekuatan, seperti Umar bin Khaththab misalnya, juga tak mampu membelah batu itu sehingga proses penggalian sempat terhalang. Beberapa sahabat menemui Nabi SAW dan berkata,” Wahai Rasulullah, ada sebuah bongkah tanah atau batu yang sangat keras yang sulit dipecahkan!!”
Beliau bersabda, “Kalau begitu aku akan turun!!”
Kebanyakan sahabat, termasuk Nabi SAW sendiri dalam keadaan yang lapar dan lemah, sudah hampir tiga hari tidak ada makanan yang masuk ke perut mereka. Beliau mengeratkan ikatan kain di perutnya, yang di dalam kain itu terdapat batu-batu kecil untuk mengganjal rasa lapar. Setelah turun dan tiba di tempat batu itu, beliau meminta sebuah kapak atau pembelah batu, dan bersabda, “Wa tammat kalimatu rabbika shidqan wa adlan, laa mubaddila likalimaatihii wa huwas samii’ul ‘aliim!!”
Dengan satu ayunan atau pukulan, hancurlah sepertiga bagian dari batu itu menjadi butiran pasir. Salman al Farisi, sahabat yang juga menjadi ‘pencetus’ ide untuk menggali parit sebagai benteng pertahanan Kota Madinah, melihat satu cahaya terang yang memancar dari pukulan Nabi SAW tersebut.
Untuk kedua kalinya Nabi SAW membaca ayat Al Qur’an tersebut dan mengayunkan kapak, sekali lagi hancurlah sepertiga bagian lainnya menjadi butiran pasir. Bersamaan dengan itu Salman al Farisi melihat seberkas cahaya yang sama terangnya dengan cahaya sebelumnya. Pada kali ke tiga Nabi SAW mengayunkan kapak sambil membaca ayat tersebut, sisa sepertiga batu itu hancur berserakan menjadi pasir, dan sekali lagi Salman melihat seberkas cahaya terang yang memancar.
Setelah penggalian terbebas dari halangan batu besar itu, Nabi SAW keluar dari parit dan duduk beristirahat bersama para sahabat, Salman berkata, “Ya Rasulullah, sinar apakah yang keluar itu setiap kali engkau memukul batu besar tersebut?”
Nabi SAW bersabda, “Apakah engkau melihat sinar itu, wahai Salman?”
Salman berkata, “Benar, ya Rasulullah, demi Dzat yang mengutus engkau dengan kebenaran, sungguh aku melihat sinar itu!!”
Beliau bersabda, “Ketika aku memukul batu itu pertama kalinya, dengan sinar itu Allah memperlihatkan padaku daerah kekuasaan Kisra Persia dan daerah sekitarnya, sungguh aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!!”
Para sahabat berkata, “Ya Rasulullah, doakanlah semoga Allah membukakan untuk kami, dan memberikan kepada kami anak cucu mereka!!”
Nabi SAW mendoakan seperti permintaan mereka.   
Kemudian beliau bersabda lagi, “Ketika aku memukul batu itu untuk kedua kalinya, dengan sinar yang muncul itu Allah memperlihatkan padaku daerah kekuasaan Kaisar Romawi dan daerah sekitarnya, sungguh aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!!”
Para sahabat berkata lagi, “Ya Rasulullah, doakanlah semoga Allah membukakan untuk kami, dan memberikan kepada kami anak cucu mereka!!”
Sekali lagi beliau mendoakan seperti permintaan mereka.
Kemudian Nabi SAW bersabda lagi, “Ketika aku memukul batu itu untuk ketiga kalinya, dengan sinar yang muncul itu Allah memperlihatkan padaku daerah kekuasaan Habasyah (Ethiopia) dan daerah sekitarnya, sungguh aku melihatnya dengan mata kepalaku sendiri!!”
Para sahabat berkata lagi, “Ya Rasulullah, doakanlah semoga Allah membukakan untuk kami, dan memberikan kepada kami anak cucu mereka!!”
Dan Nabi SAW mendoakan seperti permintaan mereka.
Pada riwayat lainnya disebutkan, ketika Nabi SAW memukul batu itu dengan membaca Basmalah untuk pertama kalinya, keluarlah sinar dan beliau langsung berseru, “Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Syam (Romawi), demi Allah aku benar-benar melihat istana-istananya yang bercat merah saat ini….!!”
Ketika beliau memukul untuk kedua kalinya dengan membaca Basmalah, keluarlah sinar dan beliau langsung berseru, “Allahu Akbar, aku diberi tanah Persia, demi Allah aku benar-benar melihat istana Madain yang bercat putih saat ini….!!”
Ketika beliau memukul untuk ketiga kalinya dengan membaca Basmalah, keluarlah sinar dan beliau langsung berseru, “Allahu Akbar, aku diberi kunci-kunci Yaman, demi Allah, dari tempat ini aku bisa melihat pintu-pintu gerbang kota Shan’a….!!”
      

Meringankan Beban ke Akhirat

Suatu ketika Nabi SAW berjalan-jalan bersama beberapa orang sahabat. Sambil tetap berjalan, tiba-tiba beliau memegang tangan Abu Dzar dan bersabda, “Wahai Abu Dzar, apakah kamu telah mengetahui, bahwa sesungguhnya di hadapan kita terbentang suatu jalan di bukit yang sangat rumit, tidak akan bisa didaki selain oleh orang-orang yang meringankan beban (perjalanan) nya!!”
Salah seorang sahabat lainnya berkata, “Wahai Rasulullah, apakah saya ini termasuk orang yang meringankan atau memberatkan beban (dalam perjalanan) itu?”
Nabi SAW bersabda, “Adakah engkau memiliki (persiapan) makanan untuk hari ini?”
Ia berkata, “Punya, ya Rasulullah!!”
Beliau bersabda lagi, “Adakah engkau memiliki (persiapan) makanan untuk esok hari?”
Ia berkata, “Punya, ya Rasulullah!!”
Beliau bersabda lagi, “Adakah engkau memiliki (persiapan) makanan untuk esok lusa?”
Ia berkata lagi, “Tidak ada, ya Rasulullah!!”
Nabi SAW bersabda, “Engkau termasuk orang yang meringankan bebannya. Andaikata engkau memiliki persediaan makanan untuk tiga hari, maka engkau termasuk golongan orang-orang yang memberatkan bebannya!!”
Tentunya yang dimaksudkan beliau dengan ‘jalan di bukit yang rumit’ adalah perjalanan ke akhirat, dan ‘beban perjalanan’ adalah pertanggung-jawaban urusan duniawi. Kadang-kadang Nabi SAW memang bersabda dengan perumpamaan, seperti sabda beliau kepada Abu Dzar dalam kesempatan lainnya, “Wahai Abu Dzar, perbaikilah kapalmu karena lautnya dalam, bawalah bekal sempurna karena perjalananmu jauh, ringankanlah bebanmu karena rintangan-rintangannya sangat berat, dan ikhlaslah dalam beramal karena sesungguhnya Dia Maha Meneliti dan Maha Melihat!!”

Note:ni67