Suatu ketika
setelah wafatnya Nabi SAW, sahabat Abdullah bin Abbas tengah berbincang dengan
salah seorang muridnya, seorang Tabi'in bernama Atha' bin Abi Rabah. Tiba-tiba
melintas seorang wanita berkulit hitam di depan keduanya, seketika Ibnu Abbas
berkata, "Maukah aku tunjukkan kepadamu salah seorang wanita ahli surga?"
Walau sempat tidak mengerti dengan
perubahan arah pembicaraan, seketika Atha berkata, "Ya, saya mau!!"
"Itulah dia orangnya!"
Kata Ibnu Abbas, sambil menunjuk seorang wanita berkulit hitam yang baru
melintasi mereka.
Kemudian Ibnu Abbas menceritakan
bahwa wanita berkulit hitam tersebut pernah datang menghadap Nabi SAW dan
berkata, "Wahai Rasulullah, saya mempunyai seorang ayah yang sudah tua
(yang saya harus merawatnya) dan saya mempunyai penyakit ayan. Sesungguhnya
pernah terbuka aurat saya karena penyakit saya tersebut tanpa saya
menyadarinya. Karena itu saya mohon engkau bersedia berdoa kepada Allah agar
penyakit saya itu sembuh!!"
Tentunya suatu permintaan yang
wajar, karena ia mempunyai kewajiban atas ayahnya dan adanya kemadharatan
karena penyakitnya tersebut. Tetapi Nabi SAW menanggapinya dengan pandangan
kasih sayang, dan sambil tersenyum beliau bersabda, "Bila kamu mau
bersabar atas semua itu, kamu (pasti) akan mendapatkan surga. Tetapi jika
engkau tetap meminta, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkan
penyakitmu itu, dan engkau pasti sembuh!!"
Tanpa berfikir panjang lagi wanita
berkulit hitam itu berkata, "Saya akan bersabar, ya Rasulullah!!"
Setelah mengucap terima kasih,
wanita itu akan berlalu, tetapi kemudian ia berkata lagi, "Wahai
Rasulullah, terkadang aurat saya terbuka ketika penyakit tersebut menyerang,
karena itu doakanlah agar aurat saya tidak pernah terbuka lagi!!"
Kali ini Nabi SAW memenuhi
permintaan wanita tersebut, karena hal itu merupakan sesuatu yang memang
diperintahkan agama untuk menjaga agar aurat jangan sampai terbuka.
Wanita tersebut tetap menjalankan
kewajibannya merawat ayahnya dengan menanggung penyakit ayan, yang sewaktu-waktu
menyerangnya (kambuh), namun kali ini auratnya tidak pernah lagi terbuka ketika
kesadarannya menghilang. Ia tetap menjalaninya dengan sabar sesuai janjinya
kepada Nabi SAW.
Peristiwa yang mirip terjadi pada
sahabat Abu Sufyan bin Harb, yang juga salah satu mertua Nabi SAW. Pemimpin
kaum kafir Quraisy setelah tewasnya para tokoh mereka di Perang Badar ini bisa
dikatakan agak terlambat memeluk Islam, yakni setelah terjadinya Fathul Makkah.
Karena itu ia merasa jauh tertinggal dalam kebaikan dibandingkan dengan para
sahabat Muhajirin dan Anshar. Namun demikian ada peristiwa kecil yang
membuatnya memperoleh jaminan surga, sebagaimana kelompok sahabat as sabiqunal
awwalin tersebut (Kaum Muhajirin dan Anshar).
Setelah keislamannya, Abu Sufyan
mengikuti Nabi SAW dalam Perang Hunain dan Perang Thaif. Dalam pengepungan
benteng Thaif, ketika ia sedang makan di kebun Abu Ya'la, Sa'id bin Ubaid,
salah seorang tokoh Thaif berhasil memanahnya dan melukai matanya. Walau
lukanya tidak parah, tetapi matanya jadi selalu berair dan pandangannya
terganggu. Karena itu ia datang kepada Nabi SAW dan berkata, "Wahai
Rasulullah, mataku ini cedera di jalan Allah!"
Mendengar penuturannya itu, Nabi SAW
tersenyum dan bersabda, "Jika kamu mau, aku akan berdoa kepada Allah agar
penglihatanmu kembali seperti sediakala. Atau jika tidak (yakni tetap bersabar
dalam kesakitan itu), untukmu surga karena cederamu ini!"
Langsung
saja Abu Sufyan berkata, "Aku memilih surga saja, wahai Rasulullah!"